BAB I
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini
semakin maju dan pesat. Kemajuan ditandai dengan dimulainya perkembangan yang merambat
pada setiap lini kehidupan manusia, seperti berkomunikasi melalui sarana telpon
selular yang fasilitasnya kita sebut voice
call dan video call, bertukar
pesan melalui media surat elektronik atau yang biasa kita sebut dengan email, dan
sistem transportasi yang dengan mudah diakses melalui aplikasi Smart Phone. Kemajuan teknologi berperan
memberikan kontribusi dalam membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi,
finansial, sosial budaya suatu bangsa dan negara. Kemajuan teknologi juga
mempengaruhi teknis pelayanan sosial terhadap masyarakat yang difasilitasi oleh
pemerintah, seperti sistem layanan medis, sistem layanan pendidikan, sistem layanan
administrasi pemerintahan dan berbagai aspek kehidupan lainnya[1].
Di Indonesia perkembangan
teknologi juga memberi dampak dalam pelayanan bidang hukum kenotariatan yang
ditandai dengan kewenangan seorang notaris di bidang Cyber notary. Cyber
Notary adalah penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi
misalnya komputer, jaringan komputer dan/atau media elektronik lainnya dalam
pelaksanaan tugas kewenangan Notaris. Cyber
Notary dimaksudkan untuk fleksibilitas dalam memudahkan dan mempercepat pelaksanaan
tugas dan kewenangan notaris yaitu menyangkut seluruh perbuatan atau ketetapan
yang telah diatur dalam undang-undang, seperti apa yang dikehendaki para pihak
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.[2] Sistem Cyber Notary dinilai sangat bermanfaat dan membantu bila dikaitan luas
wilayah suatu negara, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia yang terletak di antara 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT, memiliki
17.504 pulau, luas wilayah daratan sebesar 1,910,931 kilometer persegi. Notaris
di Indonesia telah memiliki Peraturan
yang mengatur wewenangnya berkaitan dengan sistem Cyber Notary yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor
02 Tahun 2014 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, yang dijabarkan dalam penjelaskan Pasal 15 ayat (3) berbunyi, “Yang dimaksud dengan kewenangan lain
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain: kewenangan
mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik ( Cyber Notary ),
membuat akta ikrar wakaf dan hipotik pesawat terbang.”
Notaris adalah profesi yang
secara global berjalan pada dua sistem hukum yaitu notaris pada negara Civil
law dan Common Law. Notaris
pada Negara dengan sistem hukum Common law biasa disebut dengan
Public Notary atau Notaris publik, dengan dua sistem hukum
yang berbeda membuat profesi notaris memiliki perbedaan baik dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya.[3] Indonesia menganut sistem hukum
Civil Law yang memiliki sejarah
Hukum Romawi sebagai cikal bakal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem
hukum Eropa Kontinental berkembang di negara-negara Eropa, seperti Perancis,
Jerman, Italia, Swiss, Austria, negara-negara Amerika Latin, Turki, beberapa negara
Arab, Afrika Utara, dan Madagaskar.[4] Sistem hukum Eropa
Kontinental menggunakan kitab undang-undang atau peraturan tertulis sebagai
sumber hukum utamanya.[5] Sistem hukum Common Law
diterapkan dan mulai berkembang sejak abad ke-16 di negara Inggris. sumber
hukum tertinggi pada sistem hukum Common
Law adalah dari kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan atau
telah menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan
inilah yang kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut Common Law system atau
Unwritten Law (hukum tidak tertulis). Sistem ini kemudian juga diberlakukan
di negara-negara bekas jajahannya (inggris), salah satunya adalah Australia, Australia
adalah sebuah negara di belahan
selatan yang terdiri dari daratan utama benua
Australia, Pulau Tasmania,
dan berbagai pulau kecil di Samudra
Hindia, dan Samudra
Pasifik, Sebagai salah satu negara
maju
yang makmur, Australia adalah ekonomi terbesar ke-13 di
dunia. Australia berperingkat tinggi dalam banyak
perbandingan kinerja antar bangsa seperti pembangunan, mutu kehidupan,
perawatan kesehatan, harapan hidup, pendidikan umum, kebebasan ekonomi, dan
perlindungan kebebasan sipil, dan hak-hak politik.
Sistem hukum yang berbeda
yang dianut Indonesia maupun Australia, otomatis mempengaruhi cara
pengaplikasian sistem Cyber Notary menjadi
berbeda satu sama lain. Sistem Cyber Notary dinilai telah memberikan
peluang baik dalam menaikkan potensi ekonomi dan finansial masing-masing negara,
dan notaris sebagai pihak ketiga dinilai sebagai profesi penting yang cukup
dipercaya untuk menjembatani perjanjian kerjasama yang tentunya dimasa
mendatang akan lebih banyak dilakukan dengan mekanisme Cyber Notary.
Indonesia hingga saat ini di
belum ada pengaturan secara khusus tentang mekanisme pembuatan akta oleh
notaris dengan mengunakan media elektronik. Kekosongan aturan tersebut menyebabkan
perlunya dilakukan perbandingan dengan cara pendekatan konseptual, serta
aturan-aturan yang berlaku pada sistem pemerintahan negara yang lebih dahulu
mengenal sistem Cyber Notary yaitu Australia.
Dari
beberapa pemaparan diatas, penulis merasa tertarik dan penting untuk
mempelajari dan memperbandingkan penerapan sistem Cyber notary pada kedua negara tersebut. Penelitian tersebut
disusun dalam bentuk tesis dengan judul
: “Sistem Cyber Notary di Indonesia dan Australia (Studi Komparatif Dalam
Menemukan Strategi Peningkatan Kepastian Hukum Dalam Pelayanan Notaris)”
B.
Rumusan
Masalah
Dari pemaparan latarbelakang
diatas penulis mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu :
1. Apa rasionalitas Cyber Notary di Indonesia dan Australia ?
2. Apa Perbandingan yang signifikan serta
implikasi dalam kepastian hukum dan pelayanan notaris dengan sistem Cyber notary di kedua negara tersebut ?
[1] Mariam Darus Badrulzaman, Mendambakan Kelahiran Hukum cyber ( Cyber Law ) di Indonesia,
Pidato Purna Bhakti, Medan, 2001, hlm. 6.
[2]https://muhammadrizalrustam.wordpress.com/tag/cybernotary/SuryaJaya,CyberNotarydalamPerspektifHukumPembuktian. akses tanggal 4 Februari 2019.
[3] Indra Pranajaya, “Studi Komparatif
Terhadap Jabatan dan dan kode etik di Indonesia dan Jepang ”, (Tesis
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia), 2012, hlm. 1.
[4] Peter de Cruz, Comparative Law in
a Changing World, Cavendish Publishing Limited, London-Sydney, 1999, hlm.
37.
[5] Munir Fuady, Perbandingan Ilmu
Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007, (Munir Fuadi I) hlm. 31.
Komentar
Posting Komentar