JULI 2018-JULI 2019
RINGKASAN
SISTEM CYBER NOTARY
DI INDONESIA DAN AUSTRALIA
(STUDI KOMPARATIF DALAM MENEMUKAN STRATEGI PENINGKATAN
KEPASTIAN HUKUM DALAM PELAYANAN NOTARIS)
TANTY MAHARANI
NIM : I2L017043
Kemajuan teknologi
di era globalisasi saat ini berkembang semakin maju dan pesat. Di Indonesia hal
tersebut memberi dampak dalam pelayanan bidang hukum kenotariatan yang ditandai
dengan kewenangan seorang notaris yaitu Cyber Notary, hal itu tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang dijabarkan dalam penjelaskan Pasal 15
ayat (3) berbunyi, “Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan antara lain: kewenangan mensertifikasi transaksi
yang dilakukan secara elektronik (Cyber Notary), membuat akta ikrar wakaf dan
hipotik pesawat terbang.”
Notaris diketahui
berjalan pada dua sistem hukum yaitu notaris pada negara Civil law system
dan Common Law System. Sistem Civil Law seperti diketahui digunakan
di Indonesia. Negara yang menganut sistem Common Law System adalah
Australia. Sistem hukum yang berbeda di Indonesia maupun Australia mempengaruhi
cara pengaplikasian sistem Cyber notary, walaupun demikian sistem
tersebut telah memberi peluang untuk menaikkan potensi perekonomian dan perdagangan
di masing-masing negara. Hal tersebut disebabkan profesi Notaris dinilai
sebagai pihak ketiga yang dipercaya untuk menjembatani banyak perjanjian
kerjasama dimasa mendatang yang dilakukan dengan mekanisme Cyber Notary.
Meskipun pengaturan
Wewenang notaris di indonesia mengenai sistem Cyber Notary telah diatur,
namun hingga saat ini di Indonesia belum memiliki pengaturan secara khusus
tentang mekanisme pembuatan akta oleh notaris sebagai salah satu wewenang utama
dengan mengunakan media elektronik. Kekosongan aturan tersebut menyebabkan
perlunya dilakukan perbandingan aturan-aturan serta inplementasi yang berlaku
pada sistem pemerintahan negara yang lebih dahulu mengenal sistem Cyber
Notary yaitu Australia.
Permasalahan yang
diteliti adalah 1.Rasionalitas Cyber
Notary di Indonesia dan Australia. 2.Perbandingan yang signifikan serta
implikasi dalam kepastian hukum dan pelayanan notaris dengan sistem Cyber notary di kedua Negara tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis rasionalitas Cyber Notary, menemukan persamaan dan
perbedaan yang signifikan dalam sistem Cyber
Notary serta mengetahui dan menganalisis implikasi sistem Cyber Notary dalam kepastian hukum dan pelayanan notaris
di kedua negara tersebut. Penelitian ini mengunakan penelitian normatif dengan
mengunakan metode-metode pendekatan yaitu pendekatan konseptual,
perundang-undangan, dan perbandingan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keberadaan sistem Cyber Notary
ini dituntut untuk mengantisipasi tingginya frekwensi transaksi oleh pelaku
ekonomi. Hal ini penting, mengingat Sistem Cyber
Notary dapat menjadi akselerator dalam pengembangan perekonomian di era
informasi saat ini. Adapun perbedaannya
dapat dilihat dari sumber hukum yang mengatur Cyber Notary, dimana di Indonesia diatur dalam Undang-undang
Jabatan Notaris No 02 Tahun 2014. Lebih detail teknis pelaksanaannya dilihat
dari proses pengajuan sertifikat Badan Hukum secara online yang divalidasi oleh
Sistem Administrasi Badan Hukum Ditjen AHU, sedangkan di Australia diatur pada
konvensi Den Haag 1961 tentang pengajuan Apostille
dan E-register yang divalidasi
oleh Departement Foreign and Trade. Adapun
implikasi terhadap kepastian hukumnya memiliki efektifitas keberlakuan yang
sama baik di Australia maupun di Indonesia.
SISTEM CYBER NOTARY DI INDONESIA DAN AUSTRALIA
(STUDI KOMPARATIF DALAM MENEMUKAN STRATEGI PENINGKATAN
KEPASTIAN HUKUM DALAM PELAYANAN NOTARIS)
ABSTRAK
TANTY MAHARANI
NIM : I2L017043
Penelitian ini bertujuan
menganalisis rasionalitas, persamaan dan perbedaan signifikan dan implikasi
sistem Cyber Notary di Indonesia dan
Australia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keberadaan sistem Cyber Notary
ini dituntut untuk mengantisipasi tingginya frekwensi transaksi oleh pelaku
ekonomi. Hal ini penting, mengingat Sistem Cyber
Notary dapat menjadi akselerator dalam pengembangan perekonomian di era
informasi saat ini. Adapun perbedaannya dapat
dilihat dari sumber hukum yang mengatur Cyber
Notary, dimana di Indonesia diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris No 02
Tahun 2014. Lebih detail teknis pelaksanaannya dilihat dari proses pengajuan
sertifikat Badan Hukum secara online yang divalidasi oleh Sistem Administrasi
Badan Hukum Ditjen AHU, sedangkan di Australia diatur pada konvensi Den Haag
1961 tentang pengajuan Apostille dan E-register yang divalidasi oleh Departement Foreign and Trade. Adapun
implikasi terhadap kepastian hukumnya memiliki efektifitas keberlakuan yang
sama baik di Australia maupun di Indonesia.
Kata
kunci
: Cyber Notary, Indonesia, Australia.
Komentar
Posting Komentar