BAB IV



             BAB IV

PENUTUP
A.   KESIMPULAN
1. Rasionalitas Cyber Notary di Indonesia dan Australia adalah semakin tingginya frekuensi transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang dibuktikan oleh adanya pengaturan mekanisme Cyber Notary dalam Norma. Eksistensi Cyber Notary di Indonesia dapat dilihat dalam Pengaturan normatif yaitu pada Undang-Undang jabatan Notaris, berbeda dengan Australia yang wewenang notarisnya terhadap penerapan Cyber Notary ditentukan berdasarkan kebiasaaan yaitu diatur dalam konvensi den haag 1961.
2. Perbandingan yang signifikan pada kedua negara itu adalah dilihat dari persamaanya dalam fungsi yang sama-sama menjadikan Sistem Cyber Notary menjadi regulasi atas semakin tingginya frekuensi transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang dibuktikan oleh adanya pengaturan mekanisme tersebut dalam norma. Perbandingan selanjutnya dilihat dari perbedaannya yaitu pertama, dapat dilihat dari peraturan atau norma yang mengaturnya. Di Indonesia aturan tersebut dapat dilihat pada peraturan atau undang-undang tertulis yaitu Undang-undang Jabatan Notaris, sedangkan Australia melalui konvensi (kebiasaan) yang disepakati pada konvensi den haag 1961 yaitu mekanisme apostille dan E-register. Perbedaan kedua, dilihat dari Implementasi Sistem Cyber Notary. Di Indonesia sistem tersebut digunakan notaris dalam pengajuan sertifikat badan hukum melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) via online, sedangkan notaris di Australia mengajukan permohonan penerbitan sertifikat Apostille atas dokumen publik yang akan digunakan untuk keperluan di luar negeri secara konvensional ke Departemen Luar Negeri dan perdagangan Australia (Departement of Foreign and Trade ), setelah sertifikat apostille selesai,  Departemen Luar Negeri dan perdagangan Australia akan melanjutkan proses E-register. Implikasi sistem Cyber Notary dalam kepastian hukum di Indonesia dan Australia masing-masing dapat dilihat dari (i) yaitu eksistentisnya yaitu aturan yang membahas tentang Sistem Cyber Notary dimasing-masing negara. (ii) Ruang lingkup yaitu kewenangan Notaris yang mengacu pada sistem Cyber Notary dari masing-masing negara. (iii) Validasi yaitu dimana notaris di kedua negara tersebut tetap memerlukan validasi dari lembaga lain dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

B.  SARAN-SARAN

1                1. Kepada Pemerintah diharapkan untuk memberikan regulasi berbentuk aturan                       yang lebih detail dan terperinci berkaitan penerapan Cyber Notary  yang menyangkut   kewenangan notaris  yaitu :             

  1. a.  Melakukan revisi Undang-undang Jabatan Notaris dengan penambahan pasal-pasal khusus tentang kewenangan notaris yang dapat memfasilitasi kegiatan pembuatan akta secara elektronik, tidak terbatas hanya pada mensertifikasi seperti pada penjelasan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Jabatan Notaris No 2 Tahun 2014.  
  2. b  Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk memberikan wewenang kepada Notaris dalam melaksanakan fungsi sebagai lembaga C.A.(Certification Authority), karena penerapan sistem Cyber Notary yang sesuai dengan wewenang notaris yang tertera dalam Undang-undang Jabatan Notaris Pasal 15 harus ditunjang oleh perubahan aturan yang menyeluruh dan efektif, hal tersebut juga sesuai dengan pengertian Akta Otentik berdasarkan KUHPerdata Pasal 1868 yang tujuannya menjaga keotentikan akta melalui penerapan Cyber Notary dimana yang berwewenang membuat akta olektronik adalah Notaris.
2. Kepada Ikatan Notaris Indonesia, diharapkan terus mensosialisasikan prosedur dan simulasi secara berkala dengan tema mekanisme pelayanan notaris secara Cyber kepada para calon notaris, baik di dalam periode perkuliahan dan periode magang. Hal tersebut dapat terselenggara secara efektif dengan dilibatkannya Kalangan Akademisi  dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SPARKLE DAY NO 2 "GERIMIS NGEJER SUPERMAN VS BATMAN"

Masa Kecil

PAY MY BILLS PLEASE...

MATRE ( I WISH )

PANTAI REMBULAN

MOVE ON

SPARKLE DAY NO 3 "DEAR BASKOM"